SELAMAT DATANG

.

Pages

Senin, 05 November 2012

makalah kerajaan banjar

makalah kerajaan banjar


BAB I
PENDAHULUAN

Kerajaan Banjar adalah kerajaan terakhir yang pernah ada di daerah Kalimantan Selatan. Kerajaan Banjar disebut juga sebagai kerajaan Islam karena agama Islam sebagai agama Negara terlihat dengan jelas pada masa pemerintahan Sultan Adam Al-Wasik Billah. Namun, sayangnya Kesultanan Banjar (kerajaan Banjar) telah sekian lama tak terangkat ke permukaan, hal ini bisa jadi konon karena kesultanan ini perang melawan kolonial pada 1857 sehingga kerajaannya dibumi-hanguskan oleh Belanda. Sampai saat ini, tidak banyak yang mengetahui mengenai perkembangan kerajaan Banjar sekarang, apakah eksistensinya masih ada atau mungkin telah lenyap ditelan waktu?. Dalam makalah ini akan diuraikan secara singkat mengenai kerajaan banjar, sistem pemerintahan kerajaan banjar, serta kerajaan Banjar itu sendiri pada saat ini.














BAB II
URAIAN DAN PEMBAHASAN

A.    PENGERTIAN KERAJAAN
Dalam sebuah kamus lengkap Bahasa Indonesia, kerajaan diartikan sebagai bentuk pemerintahan yang dikepalai oleh raja; tanda-tanda kebesaran raja; martabat (kedudukan) raja; wilayah kekuasaan seorang raja; sifat sebagai raja; menjadi raja; naik tahta.[1]  Selain itu, kerajaan juga merupakan salah satu bentuk pemerintahan di mana kepala negara dan atau kepala pemerintahan-nya juga disebut Raja, Ratu, Kaisar, Permaisuri, Sultan, Baginda, Khalifah dan Emir[2].
B.     KERAJAAN BANJAR
Sultan Suriansyah merupakan raja pertama dari Kerajaan Banjar dan raja pertama yang memeluk agama Islam. Agama Islam merupakan agama Negara dan menempatkan kedudukan para ulama pada tempat yang terhormat dalam Negara. Kedudukan agama Islam sebagai agama Negara terlihat dengan jelas pada masa pemerintahan Sultan Adam Al-Wasik Billah yang mengeluarkan Undang-Undang Negara pada tahun 1835 yang kemudian dikenal sebagai Undang-Undang Sultan Adam, yang mana dalm Undang-Undang tersebut terlihat jelas bahwa sumber hukum yang dipergunakan adalah hukum Islam. Oleh karena itu, kerajaan Banjar disebut juga sebagai kerajaan Islam, dan oleh karena itu pulalah urang Banjar dikenal sebagai orang yang beragama Islam.
Kerajaan Banjar adalah kerajaan terakhir yang pernah ada di daerah Kalimantan Selatan. Kerajaan tertua yang pernah ada adalah kerajaan Tanjungpura atau Tanjungpuri, sebuah kerajaan migrasi orang-orang Melayu dengan membawa unsur kebudayaan Melayu dengan menggunakan bahasa Melayu sebagai bahasa komunikasi. Banyak pendapat yang berbeda tentang dimana lokalisasi kerajaan Tanjungpura ini. Salah satu diantaranya ada yang berpendapat bahwa Tanjungpura merupakan kota Tanjung ibukota Kabupaten Tabalong sekarang ini.[3] J.J. Ras menyebutkan bahwa Tanjung merupakan sebuah daerah tempat imigrasi Melayu yang pertama ke Kalimantan. Mpu Prapanca menyebutkan dalam Negarakartagama (1365) dengan nama Nusa Tanjung Negara dan ini identik dengan Pulau Hujung Tanah, dengan kota terpenting adalah Tanjungpuri. Pada bagian llain Mpu Prapanca menyebutkan nama Bakulapura adalah nama lain dari bahasa Sanskerta untuk menyebutkan nama Tanjungpura. Kalau kerajaan Tanjungpura merupakan migrasi Orang Melayu Sriwijaya, hal ini berarti puela ahwa ke daerah ini telah masuk unsur kebudayaan agama Budha sebagai agama dari kerajaan Sriwijaya. Migrasi Melayu ke Kalimantan diperkirakan antara abad ke 12-13 Masehi.
Pada abad ke-13 muncul pula kerajaan Negara Dipa yang kemudian diganti oleh Negara Daha. Negara Dipa berlokasi di sekitar Amuntai sedangkan Negara Daha berlokasi sekitar Negara sekarang. Kedua kerajaan ini bercorak Hindu dengan peninggalan Candi Agung dan Candi Laras. Negara Dipa merupakan kerajaan migrasi dari Jawa Timur sebagai akibat dari peperangan antara Ken Arok dengan raja Kertajaya yang dikenal dengan Perang Ganter.[4]
Dalam abad ke-16 muncul perkembangan baru dengan lahirnya kerajaan Banjar yang bercorak Islam di Kalimantan Selatan. Kerajaan Banjar berkembang pesat sampai abad ke-19 merupakan kerajaan Islam merdeka dengan nation baru bangsa Banjar sebagai warganegara dari sebuah kerajaan (1859-1915) maka bangsa Banjar sebagai warganegara dari sebuah kerajaan merdeka juga ikut lenyap, dan turun derajatnya menjadi bangsa jajahan dan kemudian dikenal sebagai Urang Banjar atau Orang Banjar.[5]

C.     SISTEM PEMERINTAHAN KERAJAAN BANJAR
Sebelum Kerajaan Banjar berdiri, pada masa Negaradaha jabatan raja selalu diambil silih berganti dari pewaris yang sah (sengketa). Kerajaan Banjar memulai kembali tradisi bahwa raja diganti oleh puteranya, sedangkan jabatan Mangkubumi (jabatan tertinggi setelah raja) diputuskan dari rakyat biasa yang mempunyai jasa besar terhadap kerajaan. Saudara raja dapat menjadi Adipati (raja kecil di daerah kekuasaan/taklukan) tetapi mereka tetap di bawah Mangkubumi. Kaum bangsawan yang bergelar Pangeran dan Raden boleh selalu ikut serta dalam sidang membicarakan masalah negara dan ikut serta memberikan kesejahteraan bagi rakyat.
Mangkubumi dalam perkembangannya disebut juga Perdana Menteri kemudian berkembang pula sebutan Wazir, ketiga sebutan ini memiliki tingkat jabatan yang sama hanya berbeda nama. Sebutan untuk sultan dalam penyebutan acara resmi adalah Yang Mulia Paduka Seri Sultan. Calon pengganti Sultan disebut Pangeran Mahkota, pada masa pemerintahan Sultan Adam disebut Sultan Muda.[6]
D.    KERAJAAN BANJAR SAAT INI
Kerajaan juga sering disebut dengan kesultanan. Kesultanan Banjar telah sekian lama tak terangkat ke permukaan, hal ini bisa jadi konon karena kesultanan ini perang melawan kolonial pada 1857 sehingga kerajaannya dibumi-hanguskan oleh Belanda. Sejarah mencatat, di bawah komando Pangeran Hidayatullah II cucu Sultan Adam Al-Washikubillah (1825 – 1857) Perang Banjar dikobarkan. Upaya perlawan terhadap penjajah ini terus berlanjut turun-temurun hingga Indonesia mencapai kemerdekaan.
Raja Banjar selama ini memang nyaris tidak terdengar kecuali hanya melalui keturunannya saja seperti yang bergelar Gusti, Antung dan Andin yang beranak-pinak dan tersebar di seluruh wilayah Kalimantan, wilayah Nusantara bahkan mancanegara. Berbeda dengan raja-raja di Kaltim, hingga kini masih eksis meskipun tanpa kekuasaan di pemerintahan seperti raja dari Kesultanan Kutai Kartanegara, Ing Martadipura di Tenggarong, raja dari Kesultanan Bulungan, raja Kesultanan Gunung Tabur dan raja Kesultanan Sambaliung di Kabupaten Berau.
Meskipun kerajaan Banjar di Kalimantan Selatan mulai kehilangan pijak, seiring mangkatnya Sultan Adam sebagai Raja Kesultanan Banjar serta secara perlahan pula adat dan budaya kesultanan Banjar mulai meredup. Tak ingin kebudayaan Banjar  tersebut punah dan perlunya pelestarian berkelanjutan, Sabtu (24/7) 2010, resmi terbentuk Lembaga Adat dan Kekerabatan Kesultanan Banjar, atau disingkat LAKKB. Bersamaan peresmian pembentukan LAKKB di Hotel Arum, Banjarmasin, dilantik pula pemangku adat atau pengurus pusat LAKKB, pemangku adat kabupaten/kota se Kalsel. LAKKB diketuai oleh G Ht Khairul Saleh dan Sekretaris, Gt Chairinsyah. Bahkan hari itu juga dilaksanakan musyawarah tinggi adat dan dialog budaya Kesultanan Banjar.
LAKKB punya posisi setingkat dibawah sultan atau raja muda. Pembentukannya dilakukan sebagai upaya menumbuhkan adat yang mulai memudar. Adat istiadat yang pudar karena penjajah dan kemajuan jaman. Kesultanan Banjar berakhir di Martapura.
“Ini ibarat maangkat batang tarandam. Atau membangkitkan nilai luhur dan kearifan sultan-sultan Banjar. Tidak ada maksud memunculkan feodalisme tapi mengangkat adat dan budaya Banjar, sekaligus konsolidasi internal,”
Selain itu, pembentukan LAKKB juga mendapat perhatian dari Forum Silaturahmi Kesultanan se Nusantara (FSKN). Sekretaris Jendral FSKN Kanjeng Pangeran Haryo (KPH) Suroso Gunawan Kusumodiningrat, mengutarakan, ada 135 kerajaan atau kesultanan di nusantara. Sekitar 100 an menyatakan memberikan dukungan kebangkitan budaya Banjar di Kalsel. “Pelantikan ini merupakan legalitas pengaturan dan tata cara. Ada kesamaan satu pandangan kedepan. Sebagai gambaran maka kerajaan atau kesultanan untuk menjadi anggota FSKN itu tidak mudah.  Eksistensi Banjar di FSKN sudah terjadi sejak 2004. Hanya, waktu itu konteknya sebagai tamu. “Adat istiadat itu yang ada dan tidak ada, seperti turun temurun dilakukan secara rutin. Diangkatnya suatu dinasti masa lampau adalah pengangkatan pemimpin. Kita tidak mengembalikan feudal atau monarki, ini adalah kebangkitan budaya Kalsel”.
Dengan demikian titik baru untuk membangun kekerabatan kesultanan sekaligus membangkitkan budaya yang nyaris hilang ditelan masa telah dicapai dengan diadakan Penobatan Raja Muda Kesultanan Banjar dan gelar Pangeran dianugerahkan tokoh adat dan juriat kesultanan Banjar kepada Khairul Saleh yang juga menjabat Bupati Kabupaten Banjar periode 2010-2014. Selain itu, melalui struktur kesultanan yang terbentuk diharapkan lebih memperkuat tekad dan komitmen memelihara kebudayaan sekaligus menjadikan budaya sebagai jati diri dan kepribadian sebagai masyarakat Banjar.[7]
Penobatan Khairul Saleh sebagai Raja Muda oleh LAKKB (Lembaga Adat dan Kekerabatan Kesultanan Banjar) diiringi dengan beberapa alasan, yaitu:
1) Keturunan. Berdasarkan faktor keturunan ini, Khairul saleh dinobatkan sebagai Raja Muda Kesultanan Banjar dengan gelar Pangeran H. Khairul Saleh. Beliau merupakan keturunan dari Raja Banjar yang terakhir yaitu Sultan Muhammad Seman (1862-1905). Oleh karena itu pantaslah beliau diberikan gelar kehormatan sebagai Pangeran (Raja Muda Kesultanan Banjar).
2) Kekuasaan. Untuk faktor kekuasaan ini, saya menganggapnya sebagai keberuntungan. Oleh karena sistem pemerintahan Banjar pada saat ini adalah demokrasi, dimana pemilihan kepala pemerintahan daerah (ex. bupati) ditentukan oleh masyarakat. Dalam hal ini, yang terpilih untuk menjadi Bupati daerah Kabupaten Banjar periode  2010-2014 adalah H. Gusti Khairul Saleh sendiri, sehingga dengan demikian dapat dengan mudah pula penghidupan (pelestarian) kesultanan Banjar.
3.) Kebudayaan. Berdasarkan faktor ini, diharapkan dengan penobatan Khairul Saleh sebagai Raja Muda Kesultanan Banjar dapat melesarikan kebudayaan Banjar itu sendiri. Meskipun dengan begini tetap tidak dapat mengembalikan kerajaan Banjar yang telah punah, namun setidaknya masih bisa menyelamatkan kebudayaan Banjar untuk dikenang generasi penerus Banjar.
Selain itu, wacana perencanaan mengenai pembangunan replika Keraton Banjar atau Kesultanan Banjar, tampaknya akan terealisasi. Menariknya, bukan lagi dikatakan replika tapi langsung disebut Keraton Banjar. Ada tiga lokasi yang menjadi pilihan, Kota Banjarmasin, Kota Banjarbaru dan Kabupaten Banjar. Alhasil, Telok Selong, Kabupaten Banjar telah ditetapkan sebagai lokasi pembangunannya.
Kepastian lokasi pembangunan Keraton Banjar itu diungkapkan Ketua Lembaga Adat dan Kekerabatan Kesultanan Banjar (LAKKB) Ir H Gt Khairul Saleh MM, Sabtu (24/7/2010) di Hotel Arum, Banjarmasin.  “Lokasi pembangunan Keraton Banjar di Telok Selong,” demikian diucapkan Khairul Saleh. Bupati Banjar ini juga menyebutkan, dia sudah menyiapkan lahan seluas 2 hektar sebagai areal pembangunan Keraton Banjar. Terkait dengan pembangunan Keraton Banjar, berdasarkan Permendagri Nomor 39 Tahun 2007 tentang pedoman fasilitasi organisasi kemasyarakatan bidang kebudayaan, keratin dan lembaga adat dalam pelestarian dan pengembangan budaya daerah, memuat pernyataan bahwa pembangunan keraton, lembaga adat, bisa didanai oleh pemerintah melalui APBD.[8]















BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
·         Kerajaan diartikan sebagai bentuk pemerintahan yang dikepalai oleh raja.
·         Kerajaan Banjar adalah kerajaan terakhir yang pernah ada di daerah Kalimantan Selatan.
·         Kerajaan Banjar berkembang pesat sampai abad ke-19, merupakan kerajaan Islam merdeka dengan nation baru bangsa Banjar sebagai warganegara dari sebuah kerajaan (1859-1915) maka bangsa Banjar sebagai warganegara dari sebuah kerajaan merdeka juga ikut lenyap , dan turun derajatnya menjadi bangsa jajahan dan kemudian dikenal sebagai Urang Banjar atau Orang Banjar.
·         Kerajaan Banjar memulai dan kemudian kembali memiliki tradisi bahwa raja diganti oleh puteranya.
·         Sejak perang Banjar melawan colonial pada tahun 1857, kerajaan Banjar dibumihanguskan oleh Belanda.
·         Saat ini hanya tersisa gelar saja untuk para keturunan raja-raja tanpa tersisa kekuasaan di pemerintahan
·         Penobatan Raja Muda Kesultanan Banjar dan gelar Pangeran dianugerahkan tokoh adat dan juriat kesultanan Banjar kepada Khairul Saleh diharapkan sebagai titik baru untuk membangun kekerabatan kesultanan sekaligus membangkitkan budaya yang nyaris hilang
·         struktur kesultanan yang terbentuk diharapkan lebih memperkuat tekad dan komitmen memelihara kebudayaan sekaligus menjadikan budaya sebagai jati diri dan kepribadian sebagai masyarakat Banjar
DAFTAR PUSTAKA

·         Nirmala, Andini T.  Aditya A. Pratama. 2003.  Kamus Lengkap Bahasa Indonesia. Surabaya: Prima Media

·         Ras, JJ. 1968.  Hikayat Banjar a Study in Malay Histoeiography. The Hague: Martinus Nijhoff

·         Usman, A. Gazali. 1989. Urang Banjar Dalam Sejarah. Banjarmasin: Lambung Mangkurat University Press















                                                                                                    
Risyatul Azkia


[1] Andini T. Nirmala dan Aditya A. Pratama. Kamus Lengkap Bahasa Indonesia (Surabaya: Prima Media, 2003) hal. 338.
[3] JJ. Ras, Hikayat Banjar a Study in Malay Histoeiography, Martinus Nijhoff, The Hague, 1968, hal. 191.
[4] A. Gazali Usman, Urang Banjar Dalam Sejarah, Lambung Mangkurat University Press, Banjarmasin, 1989. Hal. 35.
[5] A. Gazali Usman, ibid. hal.3.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar