makalah kerajaan banjar
BAB I
PENDAHULUAN
Kerajaan
Banjar adalah kerajaan terakhir yang pernah ada di daerah Kalimantan
Selatan. Kerajaan Banjar disebut juga sebagai kerajaan Islam karena
agama Islam sebagai agama Negara terlihat dengan jelas pada masa
pemerintahan Sultan Adam Al-Wasik Billah.
Namun, sayangnya Kesultanan Banjar (kerajaan Banjar) telah sekian lama
tak terangkat ke permukaan, hal ini bisa jadi konon karena kesultanan
ini perang melawan kolonial
pada 1857 sehingga kerajaannya dibumi-hanguskan oleh Belanda. Sampai
saat ini, tidak banyak yang mengetahui mengenai perkembangan kerajaan
Banjar sekarang, apakah eksistensinya masih ada atau mungkin telah
lenyap ditelan waktu?. Dalam makalah ini akan diuraikan secara singkat
mengenai kerajaan banjar, sistem pemerintahan kerajaan banjar, serta
kerajaan Banjar itu sendiri pada saat ini.
BAB II
URAIAN DAN PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN KERAJAAN
Dalam
sebuah kamus lengkap Bahasa Indonesia, kerajaan diartikan sebagai
bentuk pemerintahan yang dikepalai oleh raja; tanda-tanda kebesaran
raja; martabat (kedudukan) raja; wilayah kekuasaan seorang raja; sifat
sebagai raja; menjadi raja; naik tahta. Selain itu, kerajaan juga merupakan salah satu bentuk pemerintahan di mana kepala negara dan atau kepala pemerintahan-nya juga disebut Raja, Ratu, Kaisar, Permaisuri, Sultan, Baginda, Khalifah dan Emir.
B. KERAJAAN BANJAR
Sultan
Suriansyah merupakan raja pertama dari Kerajaan Banjar dan raja pertama
yang memeluk agama Islam. Agama Islam merupakan agama Negara dan
menempatkan kedudukan para ulama pada tempat yang terhormat dalam
Negara. Kedudukan agama Islam sebagai agama Negara terlihat dengan jelas
pada masa pemerintahan Sultan Adam Al-Wasik Billah yang mengeluarkan
Undang-Undang Negara pada tahun 1835 yang kemudian dikenal sebagai Undang-Undang Sultan Adam,
yang mana dalm Undang-Undang tersebut terlihat jelas bahwa sumber hukum
yang dipergunakan adalah hukum Islam. Oleh karena itu, kerajaan Banjar
disebut juga sebagai kerajaan Islam, dan oleh karena itu pulalah urang
Banjar dikenal sebagai orang yang beragama Islam.
Kerajaan
Banjar adalah kerajaan terakhir yang pernah ada di daerah Kalimantan
Selatan. Kerajaan tertua yang pernah ada adalah kerajaan Tanjungpura
atau Tanjungpuri, sebuah kerajaan migrasi orang-orang Melayu dengan
membawa unsur kebudayaan Melayu dengan menggunakan bahasa Melayu sebagai
bahasa komunikasi. Banyak pendapat yang berbeda tentang dimana
lokalisasi kerajaan Tanjungpura ini. Salah satu diantaranya ada yang
berpendapat bahwa Tanjungpura merupakan kota Tanjung ibukota Kabupaten
Tabalong sekarang ini.
J.J. Ras menyebutkan bahwa Tanjung merupakan sebuah daerah tempat
imigrasi Melayu yang pertama ke Kalimantan. Mpu Prapanca menyebutkan
dalam Negarakartagama (1365) dengan nama Nusa Tanjung Negara dan ini
identik dengan Pulau Hujung Tanah, dengan kota terpenting adalah
Tanjungpuri. Pada bagian llain Mpu Prapanca menyebutkan nama Bakulapura
adalah nama lain dari bahasa Sanskerta untuk menyebutkan nama
Tanjungpura. Kalau kerajaan Tanjungpura merupakan migrasi Orang Melayu
Sriwijaya, hal ini berarti puela ahwa ke daerah ini telah masuk unsur
kebudayaan agama Budha sebagai agama dari kerajaan Sriwijaya. Migrasi
Melayu ke Kalimantan diperkirakan antara abad ke 12-13 Masehi.
Pada
abad ke-13 muncul pula kerajaan Negara Dipa yang kemudian diganti oleh
Negara Daha. Negara Dipa berlokasi di sekitar Amuntai sedangkan Negara
Daha berlokasi sekitar Negara sekarang. Kedua kerajaan ini bercorak
Hindu dengan peninggalan Candi Agung dan Candi Laras. Negara Dipa
merupakan kerajaan migrasi dari Jawa Timur sebagai akibat dari
peperangan antara Ken Arok dengan raja Kertajaya yang dikenal dengan
Perang Ganter.
Dalam
abad ke-16 muncul perkembangan baru dengan lahirnya kerajaan Banjar
yang bercorak Islam di Kalimantan Selatan. Kerajaan Banjar berkembang
pesat sampai abad ke-19 merupakan kerajaan Islam merdeka dengan nation
baru bangsa Banjar sebagai warganegara dari sebuah kerajaan (1859-1915)
maka bangsa Banjar sebagai warganegara dari sebuah kerajaan merdeka juga
ikut lenyap, dan turun derajatnya menjadi bangsa jajahan dan kemudian
dikenal sebagai Urang Banjar atau Orang Banjar.
C. SISTEM PEMERINTAHAN KERAJAAN BANJAR
Sebelum
Kerajaan Banjar berdiri, pada masa Negaradaha jabatan raja selalu
diambil silih berganti dari pewaris yang sah (sengketa). Kerajaan Banjar
memulai kembali tradisi bahwa raja diganti oleh puteranya, sedangkan
jabatan Mangkubumi (jabatan tertinggi setelah raja) diputuskan dari
rakyat biasa yang mempunyai jasa besar terhadap kerajaan. Saudara raja
dapat menjadi Adipati (raja kecil di daerah kekuasaan/taklukan) tetapi
mereka tetap di bawah Mangkubumi. Kaum bangsawan yang bergelar Pangeran
dan Raden boleh selalu ikut serta dalam sidang membicarakan masalah
negara dan ikut serta memberikan kesejahteraan bagi rakyat.
Mangkubumi
dalam perkembangannya disebut juga Perdana Menteri kemudian berkembang
pula sebutan Wazir, ketiga sebutan ini memiliki tingkat jabatan yang
sama hanya berbeda nama. Sebutan untuk sultan dalam penyebutan acara
resmi adalah Yang Mulia Paduka Seri Sultan. Calon pengganti Sultan
disebut Pangeran Mahkota, pada masa pemerintahan Sultan Adam disebut
Sultan Muda.
D. KERAJAAN BANJAR SAAT INI
Kerajaan
juga sering disebut dengan kesultanan. Kesultanan Banjar telah sekian
lama tak terangkat ke permukaan, hal ini bisa jadi konon karena
kesultanan ini perang melawan kolonial pada 1857 sehingga kerajaannya dibumi-hanguskan oleh Belanda. Sejarah mencatat, di bawah komando Pangeran Hidayatullah II cucu
Sultan Adam Al-Washikubillah (1825 – 1857) Perang Banjar dikobarkan.
Upaya perlawan terhadap penjajah ini terus berlanjut turun-temurun
hingga Indonesia mencapai kemerdekaan.
Raja
Banjar selama ini memang nyaris tidak terdengar kecuali hanya melalui
keturunannya saja seperti yang bergelar Gusti, Antung dan Andin yang
beranak-pinak dan tersebar di seluruh wilayah Kalimantan, wilayah
Nusantara bahkan mancanegara. Berbeda dengan raja-raja di Kaltim, hingga
kini masih eksis meskipun tanpa kekuasaan di pemerintahan seperti raja
dari Kesultanan Kutai Kartanegara, Ing Martadipura di Tenggarong, raja
dari Kesultanan Bulungan, raja Kesultanan Gunung Tabur dan raja
Kesultanan Sambaliung di Kabupaten Berau.
Meskipun
kerajaan Banjar di Kalimantan Selatan mulai kehilangan pijak, seiring
mangkatnya Sultan Adam sebagai Raja Kesultanan Banjar serta secara
perlahan pula adat dan budaya kesultanan Banjar mulai meredup. Tak ingin
kebudayaan Banjar tersebut
punah dan perlunya pelestarian berkelanjutan, Sabtu (24/7) 2010, resmi
terbentuk Lembaga Adat dan Kekerabatan Kesultanan Banjar, atau disingkat
LAKKB. Bersamaan peresmian pembentukan LAKKB di Hotel Arum,
Banjarmasin, dilantik pula pemangku adat atau pengurus pusat LAKKB,
pemangku adat kabupaten/kota se Kalsel. LAKKB diketuai oleh G Ht Khairul
Saleh dan Sekretaris, Gt Chairinsyah. Bahkan hari itu juga dilaksanakan musyawarah tinggi adat dan dialog budaya Kesultanan Banjar.
LAKKB
punya posisi setingkat dibawah sultan atau raja muda. Pembentukannya
dilakukan sebagai upaya menumbuhkan adat yang mulai memudar. Adat
istiadat yang pudar karena penjajah dan kemajuan jaman. Kesultanan
Banjar berakhir di Martapura.
“Ini ibarat maangkat batang tarandam.
Atau membangkitkan nilai luhur dan kearifan sultan-sultan Banjar. Tidak
ada maksud memunculkan feodalisme tapi mengangkat adat dan budaya
Banjar, sekaligus konsolidasi internal,”
Selain
itu, pembentukan LAKKB juga mendapat perhatian dari Forum Silaturahmi
Kesultanan se Nusantara (FSKN). Sekretaris Jendral FSKN Kanjeng Pangeran
Haryo (KPH) Suroso Gunawan Kusumodiningrat, mengutarakan, ada 135
kerajaan atau kesultanan di nusantara. Sekitar 100 an menyatakan
memberikan dukungan kebangkitan budaya Banjar di Kalsel. “Pelantikan
ini merupakan legalitas pengaturan dan tata cara. Ada kesamaan satu
pandangan kedepan. Sebagai gambaran maka kerajaan atau kesultanan untuk
menjadi anggota FSKN itu tidak mudah. Eksistensi
Banjar di FSKN sudah terjadi sejak 2004. Hanya, waktu itu konteknya
sebagai tamu. “Adat istiadat itu yang ada dan tidak ada, seperti turun
temurun dilakukan secara rutin. Diangkatnya suatu dinasti masa lampau
adalah pengangkatan pemimpin. Kita tidak mengembalikan feudal atau
monarki, ini adalah kebangkitan budaya Kalsel”.
Dengan demikian titik
baru untuk membangun kekerabatan kesultanan sekaligus membangkitkan
budaya yang nyaris hilang ditelan masa telah dicapai dengan diadakan
Penobatan Raja Muda Kesultanan Banjar dan gelar Pangeran dianugerahkan
tokoh adat dan juriat kesultanan Banjar kepada Khairul Saleh yang juga
menjabat Bupati Kabupaten Banjar periode 2010-2014. Selain itu, melalui
struktur kesultanan yang terbentuk diharapkan lebih memperkuat tekad dan
komitmen memelihara kebudayaan sekaligus menjadikan budaya sebagai jati
diri dan kepribadian sebagai masyarakat Banjar.
Penobatan
Khairul Saleh sebagai Raja Muda oleh LAKKB (Lembaga Adat dan
Kekerabatan Kesultanan Banjar) diiringi dengan beberapa alasan, yaitu:
1)
Keturunan. Berdasarkan faktor keturunan ini, Khairul saleh dinobatkan
sebagai Raja Muda Kesultanan Banjar dengan gelar Pangeran H. Khairul
Saleh. Beliau merupakan keturunan dari Raja Banjar yang terakhir yaitu
Sultan Muhammad Seman (1862-1905). Oleh karena itu pantaslah beliau
diberikan gelar kehormatan sebagai Pangeran (Raja Muda Kesultanan
Banjar).
2)
Kekuasaan. Untuk faktor kekuasaan ini, saya menganggapnya sebagai
keberuntungan. Oleh karena sistem pemerintahan Banjar pada saat ini
adalah demokrasi, dimana pemilihan kepala pemerintahan daerah (ex.
bupati) ditentukan oleh masyarakat. Dalam hal ini, yang terpilih untuk
menjadi Bupati daerah Kabupaten Banjar periode 2010-2014 adalah H.
Gusti Khairul Saleh sendiri, sehingga dengan demikian dapat dengan mudah
pula penghidupan (pelestarian) kesultanan Banjar.
3.)
Kebudayaan. Berdasarkan faktor ini, diharapkan dengan penobatan Khairul
Saleh sebagai Raja Muda Kesultanan Banjar dapat melesarikan kebudayaan
Banjar itu sendiri. Meskipun dengan begini tetap tidak dapat
mengembalikan kerajaan Banjar yang telah punah, namun setidaknya masih
bisa menyelamatkan kebudayaan Banjar untuk dikenang generasi penerus
Banjar.
Selain itu, wacana perencanaan mengenai
pembangunan replika Keraton Banjar atau Kesultanan Banjar, tampaknya
akan terealisasi. Menariknya, bukan lagi dikatakan replika tapi langsung
disebut Keraton Banjar. Ada tiga lokasi yang menjadi pilihan, Kota
Banjarmasin, Kota Banjarbaru dan Kabupaten Banjar. Alhasil, Telok
Selong, Kabupaten Banjar telah ditetapkan sebagai lokasi pembangunannya.
Kepastian
lokasi pembangunan Keraton Banjar itu diungkapkan Ketua Lembaga Adat
dan Kekerabatan Kesultanan Banjar (LAKKB) Ir H Gt Khairul Saleh MM,
Sabtu (24/7/2010) di Hotel Arum, Banjarmasin. “Lokasi pembangunan
Keraton Banjar di Telok Selong,” demikian diucapkan Khairul Saleh.
Bupati Banjar ini juga menyebutkan, dia sudah menyiapkan lahan seluas 2
hektar sebagai areal pembangunan Keraton Banjar. Terkait dengan
pembangunan Keraton Banjar, berdasarkan Permendagri Nomor 39 Tahun 2007
tentang pedoman fasilitasi organisasi kemasyarakatan bidang kebudayaan,
keratin dan lembaga adat dalam pelestarian dan pengembangan budaya
daerah, memuat pernyataan bahwa pembangunan keraton, lembaga adat, bisa
didanai oleh pemerintah melalui APBD.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
· Kerajaan diartikan sebagai bentuk pemerintahan yang dikepalai oleh raja.
· Kerajaan Banjar adalah kerajaan terakhir yang pernah ada di daerah Kalimantan Selatan.
· Kerajaan
Banjar berkembang pesat sampai abad ke-19, merupakan kerajaan Islam
merdeka dengan nation baru bangsa Banjar sebagai warganegara dari sebuah
kerajaan (1859-1915) maka bangsa Banjar sebagai warganegara dari sebuah
kerajaan merdeka juga ikut lenyap , dan turun derajatnya menjadi bangsa
jajahan dan kemudian dikenal sebagai Urang Banjar atau Orang Banjar.
· Kerajaan Banjar memulai dan kemudian kembali memiliki tradisi bahwa raja diganti oleh puteranya.
· Sejak perang Banjar melawan colonial pada tahun 1857, kerajaan Banjar dibumihanguskan oleh Belanda.
· Saat ini hanya tersisa gelar saja untuk para keturunan raja-raja tanpa tersisa kekuasaan di pemerintahan
· Penobatan
Raja Muda Kesultanan Banjar dan gelar Pangeran dianugerahkan tokoh adat
dan juriat kesultanan Banjar kepada Khairul Saleh diharapkan sebagai
titik baru untuk membangun kekerabatan kesultanan sekaligus
membangkitkan budaya yang nyaris hilang
· struktur
kesultanan yang terbentuk diharapkan lebih memperkuat tekad dan
komitmen memelihara kebudayaan sekaligus menjadikan budaya sebagai jati
diri dan kepribadian sebagai masyarakat Banjar
DAFTAR PUSTAKA
· Usman, A. Gazali. 1989. Urang Banjar Dalam Sejarah. Banjarmasin: Lambung Mangkurat University Press
Risyatul Azkia