Sabtu, 13 April 2013
HARLEM S. ala anak-anak pgri 1 martapura
http://www.youtube.com/watch?feature=player_detailpage&v=lTCDStz3ubY
Senin, 08 April 2013
CERPEN MENGHARUKAN
JANJI TERAKHIR
oleh Efih Sudini Afrilya
Pagi ini dia datang
menemuiku, duduk di sampingku dan tersenyum menatapku. Aku benar-benar tak
berdaya melihat tatapan itu, tatapan yang begitu hangat, penuh harap dan selalu
membuatku bisa memaafkannya. Aku sadar, aku sangat mencintainya, aku tidak
ingin kehilangan dia., meski dia sering menyakiti hatiku dan membuatku
menangis. Tidak hanya itu, akupun kehilangan sahabatku, aku tidak peduli dengan
perkataan orang lain tentang aku. Aku akan tetap memaafkan Elga, meskipun dia
sering menghianati cintaku.
“Aku gak tau harus bilang apa lagi, buat kesekian kalinya kamu selingkuh! Kamu udah ngancurin kepercayaan aku!”
Aku tidak sanggup menatap matanya lagi, air mataku jatuh begitu deras menghujani wajahku. Aku tak berdaya, begitu lemas dan Dia memelukku erat.
“Maafin aku Nilam, maafin aku! Aku janji gak akan nyakitin kamu lagi. Aku janji Nilam. Aku sayang kamu! Please, kamu jangan nangis lagi!”
Aku tidak bisa berkata apa-apa lagi selain memaafkannya, aku tidak ingin kehilangan Elga, aku sangat mencintainya.
Malam ini Elga menjemputku, kami akan kencan dan makan malam. Aku sengaja mengenakan gaun biru pemberian Elga dan berdandan secantik mungkin. Kutemui Elga di ruang tamu, Dia tersenyum, memandangiku dari atas hingga bawah.
“Nilam, kamu cantik banget malam ini.”
“Makasih. Kita jadi dinner kan?”
“Ya tentu, tapi Nilam, malam ini aku gak bawa mobil dan mobil kamu masih di bengkel, kamu gak keberatan kita naik Taksi?”
“Engga ko, ya udah kita panggil Taksi aja, ayo.”
Dengan penuh semangat aku menggandeng lengan Elga. Ini benar-benar menyenangkan, disepanjang perjalanan Elga menggenggam erat tanganku, aku bersandar dibahu Elga menikmati perjalanan kami dan melupakan semua kesalahan yang telah Elga perbuat padaku.
Kami berhenti disebuah Tenda di pinggir jalan. Aku sedikit ragu, apa Elga benar-benar mengajakku makan ditempat seperti ini. Aku tahu betul sifat Elga, dia tidak mungkin mau makan di warung kecil di pinggir jalan.
“Kenapa El? Mienya gak enak?”
“Enggak ko, mienya enak, Cuma panas aja. Kamu gak apa-apa kan makan ditempat kaya gini Nilam?”
“Enggak. Aku sering ko makan ditempat kaya gini. Mie ayamnya enak loch. Kamu kunyah pelan-pelan dan nikmati rasanya dalam-dalam.”
Aku yakin, Elga gak pernah makan ditempat kaya gini. Tapi sepertinya Elga mulai menikmati makanannya, dia bercerita panjang lebar tentang teman-temannya, keluarganya dan banyak hal.
Dua tahun bersama Elga bukan waktu yang singkat, dan tidak mudah untuk mempertahankan hubungan kami selama ini. Elga sering menghianati aku, bukan satu atau dua kali Elga berselingkuh, tapi dia tetap kembali padaku. Dan aku selalu memaafkannya, itu yang membuatku kehilangan sahabat-sahabatku. Mereka benar, aku wanita bodoh yang mau dipermainkan oleh Elga. Meskipun kini mereka menjauhiku, aku tetap menganggap mereka sahabatku.
Selesai makan Elga Nampak kebingungan, dia mencari-cari sesuatu dari saku celananya.
“Apa dompetku ketinggalan di Taksi?”
“Yakin di saku gak ada?”
“Gak ada. Gimana dong?”
“ya udah, pake uang aku aja. Setiap jalan selalu kamu yang traktir aku, sekarang giliran aku yang traktir kamu. Ok!”
“ok. Makasih ya sayang, maafin aku.”
Saat di kampus, aku bertemu dengan Alin dan Flora. Aku sangat merindukan kedua sahabatku itu, hampir empat bulan kami tidak bersama, hingga saat ini mereka tetap sahabat terbaikku. Saat berpapasan, Alin menarik tanganku.
“Nilam, kamu sakit? Ko pucet sich?”
Alin bicara padaku, ini seperti mimpi, Alin masih peduli padaku.
“Engga, Cuma capek aja ko Lin. Kalian apa kabar?”
“Jelas capek lah, punya pacar diselingkuhin terus! Lagian mau aja sich dimainin sama cowok playboy kaya Elga! Jangan-jangan Elga gak sayang sama kamu? Ups, keceplosan.”
“Stop Flo! Kasian Nilam! Kamu kenapa sich Flo bahas itu mulu? Nilam kan gak salah.”
“Udah dech Alin, kamu diem aja! Harusnya kamu ngaca Nilam! Kenapa kamu diselingkuhin terus!”
Flora bener, jangan-jangan Elga gak sayang sama aku, Elga gak cinta sama aku, itu yang buat Elga selalu menghianati aku. Selama ini aku gak pernah berfikir ke arah sana, mungkin karena aku terlalu mencintai Elga dan takut kehilangan Elga. Semalaman aku memikirkan hal itu, aku ragu terhadap perasaan Elga padaku. Jika benar Elga tidak mencintaiku, aku benar-benar tidak bisa memaafkannya lagi.
Meskipun tidak ada jadwal kuliah, aku tetap pergi ke kampus untuk mengerjakan tugas kelompok. Setelah larut malam dan kampus sudah hampir sepi aku pun pulang. Saat sampai ke tempat parkir, aku melihat Elga bersama seorang wanita. Aku tidak bisa melihat wajah wanita itu karena dia membelakangiku. Mungkin Elga menghianatiku lagi. Kali ini aku tidak bisa memaafkannya. Mereka masuk ke dalam mobil, aku bisa melihat wanitaitu, sangat jelas, dia sahabatku, Flora….
Sungguh, aku benar-benar tidak bisa memaafkan Elga. Akan ku pastikan, apa Elga akan jujur padaku atau dia akan membohongiku, ku ambil ponselku dan menghubungi Elga.
“Hallo, kamu bisa jemput aku sekarang El?”
“Maaf Nilam, aku gak bisa kalo sekarang. Aku lagi nganter kakak, kamu gak bawa mobil ya?”
“Emang kakak kamu mau kemana El?”
“Mau ke…, itu mau belanja. Sekarang kamu dimana?”
“El! Sejak kapan kamu mau nganter kakak kamu belanja? Sejak Flora jadi kakak kamu? Hah?!!”
“Nilam, kamu ngomong apa sayang? Kamu bilang sekarang lagi dimana?”
“Aku liat sendiri kamu pergi sama Flora El! Kamu gak usah bohongin aku! Kali ini aku gak bisa maafin kamu El! Kenapa kamu harus selingkuh sama Flora El? Aku benci kamu! Mulai sekarang aku gak mau liat kamu lagi! Kita Putus El!”
“Nilam, ini gak…….”
Kubuang ponselku, kulaju mobilku dengan kecepatan tertinggi, air mataku terus berjatuhan, hatiku sangat sakit, aku harus menerima kenyataan bahwa Elga tidak mencintaiku, dia berselingkuh dengan sahabatku.
Beberapa hari setelah kejadian itu aku tidak masuk kuliah, aku hanya bisa mengurung diri di kamar dan menangis. Beruntung Ibu dan Ayah mengerti perasaanku, mereka memberikan semangat padaku dan mendukung aku untuk melupakan Elga, meskipun aku tau itu tak mudah. Setiap hari Elga datang ke rumah dan meminta maaf, bahkan Elga sempat semalaman berada di depan gerbang rumahku, tapi aku tidak menemuinya. Aku berjanji tidak akan memafkan Elga, dan janjiku takan kuingkari, tidak seperti janji-janji Elga yang tidak akan menghianatiku yang selalu dia ingkari.
Hari ini kuputuskan untuk pergi kuliah, aku berharap tidak bertemu dengan Elga. Tapi seusai kuliah, tiba-tiba Elga ada dihadapanku.
“Maafin aku Nilam! Aku sama Flora gak ada hubungan apa-apa. Aku Cuma nanyain tentang kamu ke dia Nilam!
“Kita udah putus El! Jangan ganggu aku lagi! Sekarang kamu bebas! Kamu mau punya pacar Tujuh juga bukan urusan aku!”
“Tapi Nilam…..”
Aku berlari meninggalkan Elga, meskipun aku sangat mencintainya, aku harus bisa melupakannya. Elga terus mengejarku dan mengucapkan kata maaf. Tapi aku tak pedulikan dia, aku semakin cepat berlari dan menyebrangi jalan raya. Ketika sampai di seberang jalan, terdengar suara tabrakan, dan…………
“Elgaaaa…..”
Elga tertabrak mobil saat mengejarku, dia terpental sangat jauh. Mawar merah yang ia bawa berserakan bercampur dengan merahnya darah yang keluar dari kepala Elga.
“Elga, maafin aku!”
“Nilam. Ma-af ma-af a-ku jan-ji jan-ji ga sa-ki-tin ka-mu la-gi a-ku cin-ta ka-mu a-ku ma-u ni-kah sa-ma kam……”
“Elgaaaaaa……”
Elga meninggal saat itu juga, ini semua salahku, jika aku mau memaafkan Elga semua ini takan terjadi. Sekarang aku harus menerima kenyataan ini, kenyataan yang sangat pahit yang tidak aku inginkan, yang tidak mungkin bisa aku lupakan. Elga menghembuskan nafas terakhirnya dipelukanku, disaat terakhir dia berjanji takan menyakitiku lagi, disaat dia mengatakan mencintaiku dan ingin menikah denganku. Dia mengatakan semuanya disaat meregang nyawa ketika menahan sakit dari benturan keras, ketika darahnya mengalir begitu deras membasahi aspal jalanan.
Rasanya ingin sekali menemani Elga didalam tanah sana, menemaninya dalam kegelapan, kesunyian, kedinginan, aku tidak bisa berhenti menangis, menyesali perbuatanku, aku tidak bisa memaafkan diriku sendiri.
Satu minggu setelah Elga meninggal, aku masih menangis, membayangkan semua kenangan indah bersama Elga yang tidak akan pernah terulang lagi. Senyuman Elga, tatapan Elga, takan pernah bisa kulupakan.
“Nilam sayang, ini ada titipan dari Ibunya Elga. Kamu jangan melamun terus dong! Kamu harus bangkit! Biar Elga tenang di alam sana. Ibu yakin kamu bisa!”
“Ini salah aku Bu. Aku butuh waktu.”
Kubuka bingkisan dari Ibu Elga, didalamnya ada kotak kecil berwarna merah, mawar merah yang telah layu dan amplop berwarna merah. Didalam kotak merah itu terdapat sepasang cincin. Aku pun menangis kembali dan membuka amplop itu.
“Aku gak tau harus bilang apa lagi, buat kesekian kalinya kamu selingkuh! Kamu udah ngancurin kepercayaan aku!”
Aku tidak sanggup menatap matanya lagi, air mataku jatuh begitu deras menghujani wajahku. Aku tak berdaya, begitu lemas dan Dia memelukku erat.
“Maafin aku Nilam, maafin aku! Aku janji gak akan nyakitin kamu lagi. Aku janji Nilam. Aku sayang kamu! Please, kamu jangan nangis lagi!”
Aku tidak bisa berkata apa-apa lagi selain memaafkannya, aku tidak ingin kehilangan Elga, aku sangat mencintainya.
Malam ini Elga menjemputku, kami akan kencan dan makan malam. Aku sengaja mengenakan gaun biru pemberian Elga dan berdandan secantik mungkin. Kutemui Elga di ruang tamu, Dia tersenyum, memandangiku dari atas hingga bawah.
“Nilam, kamu cantik banget malam ini.”
“Makasih. Kita jadi dinner kan?”
“Ya tentu, tapi Nilam, malam ini aku gak bawa mobil dan mobil kamu masih di bengkel, kamu gak keberatan kita naik Taksi?”
“Engga ko, ya udah kita panggil Taksi aja, ayo.”
Dengan penuh semangat aku menggandeng lengan Elga. Ini benar-benar menyenangkan, disepanjang perjalanan Elga menggenggam erat tanganku, aku bersandar dibahu Elga menikmati perjalanan kami dan melupakan semua kesalahan yang telah Elga perbuat padaku.
Kami berhenti disebuah Tenda di pinggir jalan. Aku sedikit ragu, apa Elga benar-benar mengajakku makan ditempat seperti ini. Aku tahu betul sifat Elga, dia tidak mungkin mau makan di warung kecil di pinggir jalan.
“Kenapa El? Mienya gak enak?”
“Enggak ko, mienya enak, Cuma panas aja. Kamu gak apa-apa kan makan ditempat kaya gini Nilam?”
“Enggak. Aku sering ko makan ditempat kaya gini. Mie ayamnya enak loch. Kamu kunyah pelan-pelan dan nikmati rasanya dalam-dalam.”
Aku yakin, Elga gak pernah makan ditempat kaya gini. Tapi sepertinya Elga mulai menikmati makanannya, dia bercerita panjang lebar tentang teman-temannya, keluarganya dan banyak hal.
Dua tahun bersama Elga bukan waktu yang singkat, dan tidak mudah untuk mempertahankan hubungan kami selama ini. Elga sering menghianati aku, bukan satu atau dua kali Elga berselingkuh, tapi dia tetap kembali padaku. Dan aku selalu memaafkannya, itu yang membuatku kehilangan sahabat-sahabatku. Mereka benar, aku wanita bodoh yang mau dipermainkan oleh Elga. Meskipun kini mereka menjauhiku, aku tetap menganggap mereka sahabatku.
Selesai makan Elga Nampak kebingungan, dia mencari-cari sesuatu dari saku celananya.
“Apa dompetku ketinggalan di Taksi?”
“Yakin di saku gak ada?”
“Gak ada. Gimana dong?”
“ya udah, pake uang aku aja. Setiap jalan selalu kamu yang traktir aku, sekarang giliran aku yang traktir kamu. Ok!”
“ok. Makasih ya sayang, maafin aku.”
Saat di kampus, aku bertemu dengan Alin dan Flora. Aku sangat merindukan kedua sahabatku itu, hampir empat bulan kami tidak bersama, hingga saat ini mereka tetap sahabat terbaikku. Saat berpapasan, Alin menarik tanganku.
“Nilam, kamu sakit? Ko pucet sich?”
Alin bicara padaku, ini seperti mimpi, Alin masih peduli padaku.
“Engga, Cuma capek aja ko Lin. Kalian apa kabar?”
“Jelas capek lah, punya pacar diselingkuhin terus! Lagian mau aja sich dimainin sama cowok playboy kaya Elga! Jangan-jangan Elga gak sayang sama kamu? Ups, keceplosan.”
“Stop Flo! Kasian Nilam! Kamu kenapa sich Flo bahas itu mulu? Nilam kan gak salah.”
“Udah dech Alin, kamu diem aja! Harusnya kamu ngaca Nilam! Kenapa kamu diselingkuhin terus!”
Flora bener, jangan-jangan Elga gak sayang sama aku, Elga gak cinta sama aku, itu yang buat Elga selalu menghianati aku. Selama ini aku gak pernah berfikir ke arah sana, mungkin karena aku terlalu mencintai Elga dan takut kehilangan Elga. Semalaman aku memikirkan hal itu, aku ragu terhadap perasaan Elga padaku. Jika benar Elga tidak mencintaiku, aku benar-benar tidak bisa memaafkannya lagi.
Meskipun tidak ada jadwal kuliah, aku tetap pergi ke kampus untuk mengerjakan tugas kelompok. Setelah larut malam dan kampus sudah hampir sepi aku pun pulang. Saat sampai ke tempat parkir, aku melihat Elga bersama seorang wanita. Aku tidak bisa melihat wajah wanita itu karena dia membelakangiku. Mungkin Elga menghianatiku lagi. Kali ini aku tidak bisa memaafkannya. Mereka masuk ke dalam mobil, aku bisa melihat wanitaitu, sangat jelas, dia sahabatku, Flora….
Sungguh, aku benar-benar tidak bisa memaafkan Elga. Akan ku pastikan, apa Elga akan jujur padaku atau dia akan membohongiku, ku ambil ponselku dan menghubungi Elga.
“Hallo, kamu bisa jemput aku sekarang El?”
“Maaf Nilam, aku gak bisa kalo sekarang. Aku lagi nganter kakak, kamu gak bawa mobil ya?”
“Emang kakak kamu mau kemana El?”
“Mau ke…, itu mau belanja. Sekarang kamu dimana?”
“El! Sejak kapan kamu mau nganter kakak kamu belanja? Sejak Flora jadi kakak kamu? Hah?!!”
“Nilam, kamu ngomong apa sayang? Kamu bilang sekarang lagi dimana?”
“Aku liat sendiri kamu pergi sama Flora El! Kamu gak usah bohongin aku! Kali ini aku gak bisa maafin kamu El! Kenapa kamu harus selingkuh sama Flora El? Aku benci kamu! Mulai sekarang aku gak mau liat kamu lagi! Kita Putus El!”
“Nilam, ini gak…….”
Kubuang ponselku, kulaju mobilku dengan kecepatan tertinggi, air mataku terus berjatuhan, hatiku sangat sakit, aku harus menerima kenyataan bahwa Elga tidak mencintaiku, dia berselingkuh dengan sahabatku.
Beberapa hari setelah kejadian itu aku tidak masuk kuliah, aku hanya bisa mengurung diri di kamar dan menangis. Beruntung Ibu dan Ayah mengerti perasaanku, mereka memberikan semangat padaku dan mendukung aku untuk melupakan Elga, meskipun aku tau itu tak mudah. Setiap hari Elga datang ke rumah dan meminta maaf, bahkan Elga sempat semalaman berada di depan gerbang rumahku, tapi aku tidak menemuinya. Aku berjanji tidak akan memafkan Elga, dan janjiku takan kuingkari, tidak seperti janji-janji Elga yang tidak akan menghianatiku yang selalu dia ingkari.
Hari ini kuputuskan untuk pergi kuliah, aku berharap tidak bertemu dengan Elga. Tapi seusai kuliah, tiba-tiba Elga ada dihadapanku.
“Maafin aku Nilam! Aku sama Flora gak ada hubungan apa-apa. Aku Cuma nanyain tentang kamu ke dia Nilam!
“Kita udah putus El! Jangan ganggu aku lagi! Sekarang kamu bebas! Kamu mau punya pacar Tujuh juga bukan urusan aku!”
“Tapi Nilam…..”
Aku berlari meninggalkan Elga, meskipun aku sangat mencintainya, aku harus bisa melupakannya. Elga terus mengejarku dan mengucapkan kata maaf. Tapi aku tak pedulikan dia, aku semakin cepat berlari dan menyebrangi jalan raya. Ketika sampai di seberang jalan, terdengar suara tabrakan, dan…………
“Elgaaaa…..”
Elga tertabrak mobil saat mengejarku, dia terpental sangat jauh. Mawar merah yang ia bawa berserakan bercampur dengan merahnya darah yang keluar dari kepala Elga.
“Elga, maafin aku!”
“Nilam. Ma-af ma-af a-ku jan-ji jan-ji ga sa-ki-tin ka-mu la-gi a-ku cin-ta ka-mu a-ku ma-u ni-kah sa-ma kam……”
“Elgaaaaaa……”
Elga meninggal saat itu juga, ini semua salahku, jika aku mau memaafkan Elga semua ini takan terjadi. Sekarang aku harus menerima kenyataan ini, kenyataan yang sangat pahit yang tidak aku inginkan, yang tidak mungkin bisa aku lupakan. Elga menghembuskan nafas terakhirnya dipelukanku, disaat terakhir dia berjanji takan menyakitiku lagi, disaat dia mengatakan mencintaiku dan ingin menikah denganku. Dia mengatakan semuanya disaat meregang nyawa ketika menahan sakit dari benturan keras, ketika darahnya mengalir begitu deras membasahi aspal jalanan.
Rasanya ingin sekali menemani Elga didalam tanah sana, menemaninya dalam kegelapan, kesunyian, kedinginan, aku tidak bisa berhenti menangis, menyesali perbuatanku, aku tidak bisa memaafkan diriku sendiri.
Satu minggu setelah Elga meninggal, aku masih menangis, membayangkan semua kenangan indah bersama Elga yang tidak akan pernah terulang lagi. Senyuman Elga, tatapan Elga, takan pernah bisa kulupakan.
“Nilam sayang, ini ada titipan dari Ibunya Elga. Kamu jangan melamun terus dong! Kamu harus bangkit! Biar Elga tenang di alam sana. Ibu yakin kamu bisa!”
“Ini salah aku Bu. Aku butuh waktu.”
Kubuka bingkisan dari Ibu Elga, didalamnya ada kotak kecil berwarna merah, mawar merah yang telah layu dan amplop berwarna merah. Didalam kotak merah itu terdapat sepasang cincin. Aku pun menangis kembali dan membuka amplop itu.
Dear Nilam,
Nilam sayang, maafin aku, aku janji gak akan nyakitin kamu, aku sangat mencintai kamu, semua yang udah aku lakuin itu buat ngeyakinin kalo Cuma kamu yang terbaik buat aku, Cuma kamu yang aku cinta.
Aku harap, kamu mau nemenin aku sampai aku menutup mata, sampai aku menghembuskan nafas terakhirku. Dan cincin ini akan menjadi cincin pernikahan kita.
Aku sangat mencintaimu, aku tidak ingin berpisah denganmu Nilam.
Nilam sayang, maafin aku, aku janji gak akan nyakitin kamu, aku sangat mencintai kamu, semua yang udah aku lakuin itu buat ngeyakinin kalo Cuma kamu yang terbaik buat aku, Cuma kamu yang aku cinta.
Aku harap, kamu mau nemenin aku sampai aku menutup mata, sampai aku menghembuskan nafas terakhirku. Dan cincin ini akan menjadi cincin pernikahan kita.
Aku sangat mencintaimu, aku tidak ingin berpisah denganmu Nilam.
Love You
Elga
Air mataku mengalir semakin deras dari setiap sudutnya, kupakai cincin pemberian Elga, aku berlari menghampiri Ibu dan memeluknya.
“Bu, aku udah nikah sama Elga!”
“Nilam, kenapa sayang?”
“Ini!” Kutunjukan cincin pemberian Elga dijari manisku.
“Nilam, kamu butuh waktu nak. Kamu harus kuat!”
“Sekarang aku mau cerai sama Elga Bu!” kulepas cincin pemberian Elga dan memberikannya pada Ibu.
“Aku titip cincin pernikahanku dengan Elga Bu! Ibu harus menjaganya dengan baik!”
Ibu memeluku erat dan kami menangis bersama-sama.
*****
NASKAH SAAT PERPISAHAN SEKOLAH KU
JADILAH
DIRIMU SENDIRI
BABAK I
(ketika semua sudah lengkap, maka
narator masuk ke panggung dan mulai bercerita)
Narator
: alkisah di
sebuah hutan terdapat seorang tukang batu yang pemalas, suka mengeluh dan
selalu tidak puas dengan dirinya sendiri.
Tukang Batu
: aduh… hari ini aku harus bekerja. Pasti nanti capek sekali. Enakan aq duduk –
duduk dulu. (duduk di sebuah batu)
Batu
: (bergerak – gerak)wadow … sakit tau ! (Sambil marah-marah).Bau lagi! Kentut
ya? (sambil menutup hidung)
Tukang Batu
: (Terkejut dan takut) Maaf, dikit. Lho, batu kok bisa ngomong ?
Batu
: ini kan Cuma drama
Tukang Batu
: O…….
Batu
: Awas ! (mengancam dan mengacung – acungkan kepalanya)
(Tukang batu pun ketakutan lalu
melihat-lihat sekeliling, mencari tempat untuk bersandar. Kemudian dia melihat
pohon dibelakangnya)
Tukang Batu :
kebetulan ada pohon. Bisa bersandar nih!
Pohon
: aduuuuuuuuuh.. hati – hati dong, lecet neh.
Tukang Batu
: (Terkejut) Lho kok pohon juga bisa ngomong?
Pohon
: Wah menghina ya. Aku adalah pohon ajaib. Aku bisa melakukan apa saja.
Bahkan aku bisa menyanyi dan menari (menyombongkan diri)
Tukang Batu
: masak sih ?
(pertama –tama pohon menyanyi seriosa
dan tukang batupun menutup kupingnya karena suara pohon yang melengking
dan jelek. Lalu mulai menari. Setelah selesai, tukang batu hanya bisa terkejut)
Tukang Batu
: Wah… pohon yang aneh. (menggeleng-gelengkan kepala sambil pergi meninggalkan
pohon itu)
BABAK II
Narator : (ketika narator masuk,
semua menjadi patung dengan gaya yang aneh). Lalu datanglah sebuah matahari
yang sinarnya sangat panas menyengat.
Tukang Batu
: wah….. panas sekali ya! (sambil sesekali mengipasi dirinya. Lalu mengusap
keringatnya dengan sapu tanggan nya dan tidak sengaja memerasnya di sebelah
batu)
Batu
: Wadooooooooooooooooooow ! hei, jangan disini dong tukan batu! Uda keringatnya
bau asem lagi. (sambil menutup hidung)
Tukang Batu :
(Terkejut) maaf. Eh emangnya batu punya hidung ya?
Batu
: idiiiiiiih . sebel deh . ini kan Cuma bo’ong-boongan tau !
Tukang
batu : (Pergi menjauh ) Pemarah sekali si batu
itu . tapi memang panas sekal. Ini pasti karena si matahari itu.
Matahari
: Ha….ha…ha. ya aku yang menyebabkan panas ini.. ha….. ha…ha (Logat batak)
Tukang Batu
: (menutup hidung karena bau) wah, enak sekali ya menjadi matahari. Bisa member
panas tapi dia sendiri tidak kepanasan.
Matahari
: iya dong. Aku gitu loh
(sambil bergaya fungky)
Tukang Batu :
(berfikir lalau dapat ide). Hmmmmmm matahari, bagaimana kalau kita bertukar
tempat saja. Aku menjadi matahari, dan kamu menjadi Tukang Batu. Bagaimana?
Matahari
: (Tampak berfikir). Bagaimana ya? Baiklah, tapi ada syaratnya?
Tukang Batu : apa
syaratnya? (penasaran)
Matahari
: Kau harus member aku
sepiring nasi dengan lauknya. Bagaimana? Hahahahaha…
Tukang Batu
: Itu sih gampang.
Matahari
: eiiitt tunggu dulu.
Sepiring nasi dengan lauk sate,gulai,soto,ayam goring,ayam bakar,ikan
gurami,capcai,telor dadar, telor mata sapi yang melirik ke kiri. Ok?
Tukang Batu :
haaaa! (terkejut) banyak sekali! Tapi baiklah. Sebentar ya!
(Tukang Batu pulang ke rumahnya
untuk mengambil makanan yang di minta matahari, sedangkan matahari sudah lapar
dan ingin segera mencicipi masakan tersebut. Tak lama kemudian Tukang Batu
masuk sambil membawa masakan yang dijanjikannya)
Tukang Batu
: nih !
Matahari
: bah! Dimana pila
sambal terasinya?
Tukang Batu :
sambal terasi? Tadi kan kamu tidak minta?
Matahari
: wah-wah-wah… hei
penonton, enak gak klo kita makan tanpa sambal terasi? (Tanya ke penonton).
Nah, dengar tidak, semua orang setuju kalau tanpa sambal, makanan kita jadi
tidak enak.
(Dengan terpaksa, tukang batu
membuat sambal di atas batu)
Batu
: Wadooooooooow. Aduh. Kamu lagi, kamu lagi. Seneng pula kau menggangu aku.
Liat nih gara-gara kamu…. Kepalaku jadi benzol-benzol. Lho kok aku jadi logat
batak juga sih (marah-marah sambil menunjukan kepalanya yang benjol)
Tukang Batu
: maaf…
Batu
: Awas ya!
(Lalu mereka berdua berganti kostum,
dan naratorpun masuk)
BABAK III
Narator
: akhirnya tukang batu itupun menjadi sebuah matahari. Dan si matahari berubah
menjadi seorang tukang batu. Haaa…haa…ha,,
Matahari
: Maaf bu. Itu kan ketawa aku. Kok ibu zadi ikut-ikutan ketawa seperti itu.
Narator
: (malu) Maaf… (lalu pergi)
Tukang Batu
: Asyiiiiiiik! Ahirnya aku menjadi matahari.
Batu
: Wadoooow. Jangan dekat-dekat dong! panas sekali! jauh-jauh sana! Awas!
(tukang batupun takut dan menjauh ke
arah pohon)
Pohon
: Hei… pergi sana…
jangan dekat-dekat. Panas nih. Kalau tidak Ciaatt (berpose silat, meniru gaya
hewan : elang menyambar, ular mencaplok, dan harimau mencengkram)
Tuakang Batu : iya……iya.
Dasar batu dan pohon-pohon pemarah. Ah sudahlah. Tapi enak sekali menjadi
matahari.
(Lalu datanglah sebuah awan hitam,
yang terus mengejar matahari dan berdiri di depannya. Tukang batupun jengkel)
Tuakang Batu : Hei…. Awan
hitam. Panggungnya kan masih luas. Kenapa sih, selalu ada di depanku?
Awan Hiatm :
Hei matahari, kamu tidak tahu siapa aku ya?. Aku ini awan hitam. Sebentar lagi,
aku akan menurunkan hujan. Makanya kamu harus sembunyi dulu.
Tukang Batu :
O………. Begitu ya?
Awan Hitam :
Iya. Masak tidak tau sih
(Tukang batu menggeleng-geleng)
Tukang Batu
: (Berfikir) wah enak dong menjadi awan hitam (Berkata dengan dirinya sendiri).
Eh awan hitam, mau tukaran tempat tidak. Aku menjadi awan hitam dan kamu
menjadi matahari. Bagaimana?
(ketika awan hitam sedang berfikir,
tiba-tiba narator datang)
Awan Hitam :
Bu narator, kok sudah muncul sih. Kan belum waktunya?
Narator
: lho iya ya? Wah bilang dong dari tadi, kalau belum saatnya muncul. Maaf para
penonton. Kalian sih, jadi malu nih. (marah-marah sambil menyalakan mereka
berdua)
Tukang Batu
: bagaimana?
Awan Hitam :
Hmmmmmmm…. (mengeleng-geleng smabil berfikir) baiklah, tapi ada syaratnya?
Tukang Batu
: (menggeleng-geleng sambil menghela nafas) apa syaratnya ?
Awan Hitam :
Mudah… yaitu mobil mewah dan rumah mewah.
Tukang Batu
: (terkejut) wah itu sih susah. Eh… tapi tunggu dulu. (Tukang Batu masuk ke
dalam. Lalu keluar lagi sambil membawa mobil-mobilan dan rumah-rumahan).
Bagaimana kalau mobil-mobilan dan rumah-rumahan mewah?
Awan Hitam :
(terkejut) apa! (mengeleng-geleng) baiklah. Terpaksa!
(lalu mereka bertukar
tempat,tiba-tiba datang ibu narator. Semua menjadi patung. Tapi ibu narator
lama tidak ngomong-ngomong)
Batu
: Bu…. Ibu narator. Kok tidak ngomong-ngomong ya?
Narator
: siapa bilang saya mau ngomong. Saya kan Cuma mau nampang doing. (sambil
melambai-lambaikan tangan ke penonton)
Semua Personil :
Huuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuu…..!
Narator
: kenapa sih sirik aja. Memangnya tidak boleh. (pergi sambil ngomel-ngomel)
Tukang Batu
: asyiiik. Sekarang aku menjadi awan hitam. Aku bisa menutup-nutupi matahari.
Oh ya, aku juga bisa membuat hujan yang sanggat lebat. Ha…..ha….ha…
(tiba-tiba matahari yang menjadi
tukang batu datang)
Matahari
: he..he… itu kan ketawa aku
Tukang Batu : maaf. Wah sekarang aku
mau menurunkan hujan yang sangat lebat. Wuuuuuuuuuuuuus (sambil
menendang-nendang tumbuhan kecil. Lalu datang seseorang yang tertarik angin.
Trus datang lagi orang berpayung, yang payungnya sampai rusak,menghadap ke
atas)
Tukang Batu
: asyiiik. Aku berkuasa sekarang.
Tukang Batu
: ha………..(tiba-tiba ingat matahari yang marah bila ketawanya ditirukan).
Ups. (tiba-tiba tukang batu heran melihat batu yang tidak bergeser sedikitpun).
Hai, batu. Kok kamu tidak rusak sedikitpun?
Batu
: Hai… awan hitam? Mikir dong! Aku kan Batu. Liat aku sangat kuat. (sambil
memamerkan ototnya). Jadi aku tidak akan rusak.
Tukang Batu
: o…….. begitu ya. (berfikir). Hmmmm.. ngomong-ngomong batu, mau tidak
kita tukaran tempat?
Batu
: Apa! (berteriak keras). Kamu fikir aku bodoh ya, bisa kamu suap seperti
si matahari dan awan hitam.
Tukang Batu
: Ayolah! Apapun syaratnya, aku akan penuhi! (sambil ketakutan)
Batu
: tidak! (masih marah dan berteriak) enak saja!
Tukang Batu
:Please!
Batu
: Tidak
Tukang Batu
: He, mau tidak? (marah sambil mencengkeram kerah baju si batu)
(Si batupun ketakutan)
Batu
: eh.. iya deh kalau begitu. Jangan marah dong! Gitu saja marah! (merayu si
tukang batu). Nih! (menyerahkan kostumnya)
Tukang Batu
: sana pergi! Awas ya kembali lagi! (mengancam batu. Batupun ketakutan dan
berlari). Asyiiik. Kasihan deh lo si batu,makanya jadi orang jangan
galak-galak. Sekarang aku menjadi batu yang perkasa.
(Tak lama kemudian datanglah, si
tukang batu yang sebenarnya si matahari)
Matahari
: ha…….ha…..ha… bah hari yang sangat cerah untuk memulai pekerjaanku sebagai
tukang batu. Kebetulan ada sebuah batu disini.
(matahari mulai memukul-mukulkan
palunya)
Tukang Batu
: aduuuuuuh. Matahari…… kenapa memukul aku?
Matahari
: bah…. macam pula kau ini. Aku kan seorang tukang batu. Zadi pekerjaanku yya
memecah batu.
Tukang Batu
: O……………. tapi aku mati dong!
Matahari
: ya……. Terserah kaulah. Siapa suruh zadi batu. (mulai memukul lagi)
Tukang Batu
: Tunggu….! Aku mau jadi tukang batu lagi kalau begitu. Tukeran ya?
Matahari
: Tidak mau ! (terus memukul-mukul)
Tukang Batu
: tolong…..tolong…..tolong…. ibu narator kemana sih? Bu…. Ibu narator!
Matahari
: ha……..ha…….ha
(Lama kemudian ibu narator datang
sambil makan)
Tukang Batu
: Bu…. Lama sekali sih. Tutup acaranya dong. Saya di pukulin terus nih!tolong!
Narator
: (sambil tetap makan) iyaaaaaaa… cerewet amat sih, siapa suruh gak puas jadi
diri sendiri.
Makanya jadilah dirimu sendiri.
Percaya diri dong! Baiklah para penonton, begitulah akhir cerita kita hari ini.
Hikmah yang bisa kita ambil, janganlah kita meniru si tukang batu yang selalu
mengeluh, pemalas dan selau tidak puas dengan dirinya sendiri. Sampai jumpa di
cerita selanjutnya.
TERIMA KASIH
Nama
Pemain :
1. TAUFIK RAHMAN sebagai Tukang Batu
2. NUR CAMELIA NASIR sebagai Narator
3. M.HERMAWAN sebagai Batu
4. NUR HIDAYATI sebagai Pohon
5. ABDUL LATIF sebagai Matahari
6. WULAN OKTAVIANTI sebagai Awan Hitam
Penulis Naskah : Niscahya Fitriani
1. TAUFIK RAHMAN sebagai Tukang Batu
2. NUR CAMELIA NASIR sebagai Narator
3. M.HERMAWAN sebagai Batu
4. NUR HIDAYATI sebagai Pohon
5. ABDUL LATIF sebagai Matahari
6. WULAN OKTAVIANTI sebagai Awan Hitam
Penulis Naskah : Niscahya Fitriani
Langganan:
Postingan (Atom)